Selasa, 10 Maret 2009

Balada Rumah Biru, Schedule 01 - Akhirnya, … Jadi Arsitek Juga

Setelah empat tahun enam bulan sebelas hari, selama itu pula aku berjuang matian-matian dengan tugas-tugas yang menguras tenaga dan pikiran, serta skripsi yang memusingkan kepala, akhirnya aku lulus juga dari jurusan arsitektur Universitas Sebelas Maret Solo. Kuliah di arsitektur memang berat. Selain tugasnya seabrek, begadang hingga shubuh bahkan tidak tidur berhari-hari menjadi kegiatan rutin tiap minggu selain lupa mandi tentunya. Kok bisa?

Karena deadline tugas biasanya jatuh pukul 08.00 pagi, dan tugas biasanya kita kerjakan sistem SKS atau sistem kebut semalem dan semalaman pasti belum kelar. Kalau nyempetin mandi, tentu tugas tidak akan selesai sesuai target. Apalagi sarapan, lewat deh. Muka kusut, rambut acak-acakan, mata merah, gigi penuh sisa makanan, pakaian compang-camping, sandal jepitan, menjadi pemandangan yang biasa saat pengumpulan tugas. Dosen sampai hafal betul siapa yang sedang mengumpulkan tugas tanpa memandang wajahnya, tapi mencium bau badannya, … hehehe. Belum lagi bau mulut yang bisa bikin semaput saat menciumnya karena aroma cemilan dan minuman dopping bahkan bau nasi goreng semalam bercampur di sana. Hueeek.

Pengalaman yang paling mengesankan tentunya pada saat skripsi. Karena pada masaku dulu, KKN atau kuliah kerja lapangan sudah dihapuskan. Wah, batal deh dapat cinlok, hehehe. Di arsitektur, skripsi dibagi menjadi dua model. Pertama, konsep desain dan kedua tentunya desain itu sendiri. Aku mengambil judul penataan kawasan jalan Yos Sudarso Solo atau lebih terkenal dengan nama Nonongan. Konsep disusun seperti layaknya skripsi pada umumnya. Setelah memperoleh bahan-bahan untuk referensi, aku tinggal mengetik dokumen di komputer pinjaman teman sekostan.

Yang membedakan skripsi di jurusan arsitektur dengan fakultas atau jurusan yang lain adalah proses perancangan desainnya. Kami diwajibkan dikarantina di dalam studio tugas akhir selama tiga bulan. Tidak kurang, tidak lebih. Tugas hanya boleh dikerjakan di dalam studio, tidak boleh dikerjakan di kostan atau dirumah. Dan waktu tiga bulan sangatlah pendek untuk membuat sebuah rancangan desain. Maka, jalan satu-satunya ya lembur di studio alias menginap di studio.

Layaknya pindahan rumah, semua perabot di kostan aku pindah ke dalam studio kecuali meja gambar yang telah tersedia di sana. Studio pun kusulap menjadi kamar pribadi, lengkap dengan hi-fi stereo, tv 14 inch, DVD player, kasur busa, almari, meja belajar, rice cooker, piring, gelas, sendok, garpu, ... busyet, mau skripsi apa piknik nih.

Setelah semuanya siap, maka resmilah aku menjadi penghuni studio selama 3 bulan. Makan, mandi, ( maaf ) pup, tidur, nyuci, setrika, jemur baju celana plus daleman semuanya aku kerjakan di studio. Terus ngerjain skripsinya kapan?!...

Di studio aku tidak sendirian. Ada lima orang mahasisiwa senasib di sana. Mereka telah lebih dulu dikarantina. Bahkan ada yang betah tiggal di studio selama hampir tujuh bulan. Katanya, lumayan nggak usah bayar kost kalo nginep di sini, … hehehe, maunya! Tiga diantaranya adalah kakak tingkatku, sedangkan sisanya teman seangkatan.

Setelah berjuang selama tiga bulan tersebut akhirnya skripsiku kelar juga. Saat yang mendebarkan tentunya pas pendadaran atau ujian hasil skripsi. Aku harus bisa mempresentasikan hasil karyaku dihadapan dosen penguji yang rata-rata bertampang jutek plus serem, kumis tebal, jambang lebat, tato di sana-sini....lho dosen penguji apa preman terminal Tirtonadi tuh!

Hasil ujian kulalui dengan sukses dan aku pun mendapat nilai A. Sebuah nilai yang kurasakan lebih dari cukup untuk membayar semua kesengsaraanku selama karantina di dalam studio. Tinggal menunggu wisuda dan tentunya lengkap dengan pendampingnya, ... hehehe.
Aku sekarang telah menjadi seorang arsitek. Benar, Arsitek! Sebuah profesi yang cukup membanggakan. Meskipun IPK-ku tidak sampai cum laude, aku sudah cukup puas dengan predikat lulusan tercepat.

O ya, sampai lupa. Perkenalkan, namaku Isma. Lengkapnya Muhammad Ismail Ruzain. Sebuah nama yang indah telah diberikan oleh kedua orangtuaku. Dua nama depan adalah nama-nama utusan Allah yang layak untuk diteladani. Nama belakang mempunyai arti sebuah tempat yang menentramkan. Orangtuaku berharap, kelak aku akan menjadi seorang yang berperilaku selayaknya seorang Nabi Muhammad dan Nabi Ismail yang sholeh dan patuh, sehingga bisa menjadi tempat menentramkan bagi semua orang. Bagus, bukan! Amin.

Aku asli orang Solo. Dari kecil sampai kuliah, aku tidak pernah beranjak dari kota kelahiranku. Sampai-sampai ada yang menjuluki diriku dengan sebutan jago kandang. Karena risih juga diolok-olok terus, aku nekat nge-kost juga di samping kampus. Nama kost-kostannya Mentari Buana. Cuma buat numpang tidur siang, makan siang, mandi sore, makan malam terus pulang ke rumah ortu, … hehehe. Tapi begitulah aku. Aku sangat kerasan tinggal di Solo. Suasana kotanya masih adem-anyem, minim polusi, bebas macet, cuma pas hujan lebat, banjir!!! Gimana nih Pak Walikota?

Tidak sehiruk pikuk Jakarta atau kota besar lainnya di Indonesia. Meskipun begitu, kota Solo termasuk kota yang pesat perkembangannya. Para penanam modal dari Ibukota sudah berani menanamkan investasinya di sini. Sebentar lagi, tiga buah mega kompleks apartemen akan berdiri menjulang sebagai buktinya.

Saat ini aku telah bekerja di sebuah konsultan perencana di kota Solo. Namanya CV. RUMAH BIRU......bukan production house film biru lho! Ceritanya sambil menunggu wisuda, aku berencana melamar kerja ke Jakarta sehari setelah lulus pendadaran. Pas malam keberangkatan aku menerima telepon dari dosen pembimbingku kalau temannya sedang membutuhkan tenaga arsitek di perusahaannya. Dosen pembimbingku tersebut merekomendasikan diriku kepada koleganya. Karena aku sedang berencana melamar pekerjaan, maka aku mengiyakan tawaran dosenku tersebut. Itung-itung menambah pengalaman. Maka sebelum aku wisuda, aku sudah bukan pengangguran lagi. Alhamdullillah.

Kenangan Jaket Biru