Selasa, 26 April 2011

Maafkan Aku (Based Story)

Braak. Kedua satpam bank itu pun jatuh tersungkur terkena tendangan serta pukulan yang kuhujamkan bertubi-tubi ke tubuh mereka. Aku memang menguasai seni bela diri karate yang kupelajari waktu masih remaja sehingga aku pun tidak mengalami masalah harus berhadapan dengan kedua satpam itu. Setelah mereka roboh dengan muka berlumuran darah, aku segera berlari menuju ke arah teller. Dengan sigap segera kutarik tangan seorang karyawati yang ada didekatku dan segera kutodongkan pisau yang kurebut dari satpam tadi di lehernya. Tubuhnya kutarik kedepanku sehingga aku pun bisa berlindung di baliknya.

Jangan ada yang bergerak. Bila ada yang sok mau jadi pahlawan, wanita cantik ini akan mati. MATI! Kalian mengerti? Sekarang cepat isi tas itu dengan uang. Aku hanya mau uang. Cepat! Waktuku tidak banyak. Jangan macam-macam ya. Aku serius!

Wanita yang kudekap itu terus menjerit minta tolong. Dia terlihat histeris. Dari kedua bola matanya yang indah tak henti-hentinya mengucurkan air mata. Dia terus memohon ampun kepadaku agar dia dibiarkan hidup. Dia bekerja keras sebagai karyawan bank hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup kedua anaknya yang masih balita. Suaminya telah meninggal akibat kecelakaan tahun lalu. Jeritnya pun makin menjadi-jadi. Karena tak tahan dengan teriakannya, tanpa sengaja kupukul kepalanya dengan gagang pisau. Segera darah mengucur dari balik rambutnya yang hitam tergerai. Dia mengerang kesakitan. Tangisnya makin meledak memecahkan telinga. Aku pun mulai panik. Oh, Tuhan, apa yang telah kulakukan? Aku sungguh tak bermaksud menyakiti wanita ini. Aku hanya menginginkan uang itu. Hanya uang itu!

Cepat, ayo cepat! Segera penuhi tas itu dengan uang! Aku terus berteriak kepada karyawan yang lain untuk segera memenuhi permintaanku. Kulihat mereka dengan wajah ketakutan mulai membuka laci-laci berisi uang yang kemudian dimasukkannya ke dalam tas yang kumaksud.

Aku makin tidak terkendali. Aku tak tahu lagi apa yang telah aku perbuat. Aku sungguh telah dikuasai oleh setan laknat. Pikiranku sudah dibutakan oleh hasutan-hasutan yang terkutuk. Hingga akhirnya kurasakan sebuah benda panas melesat menembus kakiku. Kulihat darah mulai mengalir dari lubang yang ditinggalkan benda tadi. Aku pun goyah. Keseimbanganku hilang. Tubuhku terasa lemas tak bertenaga sampai dekapanku pun mulai mengendur. Tanpa terasa kulonggarkan dekapanku hingga wanita yang kusekap itu pun dapat meronta, memberontak dan akhirnya setelah menggigit lenganku, dia terlepas dari cengkeramanku.

Tak berlangsung lama, dua buah benda panas yang sama berhasil menusuk dada dan perutku. Aku pun terpental hingga menabrak meja kerja di belakangku hingga jatuh berantakan. Aku pun tersungkur bersimbah darah. Tubuhku terhempas keras ke lantai marmer yang mengkilat. Lama-kelamaan warna lantainya pun berubah menjadi merah. Darah yang menggenang mulai membasahi lantai. Kepalaku berkunang-kunang. Tubuhku mati rasa. Pandanganku mulai kabur. Yang bisa kulihat hanya samar-samar sebuah bayangan seorang polisi menghampiriku sambil menodongkan pistolnya. Akhirnya rasa dingin menyelimutiku. Sungguh dingin sekali rasanya. Dan yang kulihat akhirnya hanya warna hitam yang gelap, hitam yang pekat, hitam yang diam serta hitam yang tak berujung…………

Pak! Bangun! Hari sudah siang!

Aku kaget setengah mati. Aku pun tersentak terbangun dari tidur panjangku. Kubuka kedua bola mataku yang masih terasa lelah. Kulihat seorang wanita berdiri di hadapanku sambil berkacak pinggang. Oh, rupanya istriku yang sedang marah telah membangunkanku.

Lihat! Sudah jam sembilan, Pak!. Kok masih tidur? Jangan males-malesan! Apa Bapak nggak narik hari ini? Ingat ya, Pak! Kebutuhan hidup kita masih banyak. Besok pagi kita harus sudah bayar kontrakan rumah. Soalnya kemaren sore waktu Bapak belum pulang narik, yang punya rumah datang mau nagih uang kontrakan. Persediaan makanan di dapur juga sudah mulai menipis. Mau makan apa kita nanti, Pak? Harga barang-barang di pasar semuanya sudah naik karena ikut-ikutan sama harga BBM yang telah melonjak tinggi. Si Ucup juga tadi minta bayaran uang sekolah yang udah nunggak tiga bulan. Kalo nggak dibayar, dia bisa dikeluarkan dari sekolahnya. Kalo nggak sekolah, mau jadi apa anak kita, Pak? Belum lagi adiknya si Ucok, susunya juga sudah habis. Dia terus-terusan nangis nggak berhenti-berhenti. Pusing aku dengerinnya, Pak! Ayo, buruan bangun! Bapak harus cari duit yang banyak. Cari duit. Duit. DUIIIITTT!

PUSIIIIING!!! Sungguh pusing pikiranku. Belum juga mataku terbuka dengan sempurna, aku sudah diomeli istriku habis-habisan. Kepalaku sungguh sangat berat. Oh, ya Allah. Apa yang harus kulakukan.? Sekalipun aku narik dari pagi sampai malam, belum tentu aku bisa memenuhi semua keluhan istriku itu. Ya Allah, tolonglah aku. Berilah aku jalan keluar.

Aku pun segera mandi, sarapan dan segera kupanasi mesin bajaj yang umurnya sudah melebihi umurku sendiri. Bajaj ini merupakan peninggalan kakekku yang dulu juga seorang sopir bajaj. Karena Bapakku tidak bisa mengendarai bajaj ini karena tangannya lumpuh yang disebabkan oleh suatu penyakit, akhirnya bajaj ini diserahkan kepadaku. Dihitung-hitung, aku sudah bersama bajaj ini kurang lebih hampir dua belas tahun. Banyak kenangan yang kualami bersama bajaj ini. Baik yang manis maupun yang pahit. Aku sudah cukup makan asam garam kehidupan di kota Jakarta ini. Setelah mesin bajaj menyala, segera aku melaju menyusuri jalan-jalan ibukota yang panas, gersang, penuh dengan polusi, kemacetan dan banyak lagi masalah yang kuhadapi. Aku sudah terbiasa akan hal itu.

Pikiranku mulai menerawang. Omelan-omelan istriku tadi pagi mulai menari-nari di atas kepalaku. Saling sahut-menyahut. Saling berteriak memaki diriku. Membikin suara bising yang cukup mengganggu telingaku. Hari ini sungguh sepi. Aku belum memperoleh satu orang penumpang pun sampai siang ini. Mungkin orang-orang sudah mulai enggan naik bajaj. Selain bising, jalannya pun penuh goyangan. Kalo yang nggak tahan bisa pusing bahkan muntah-muntah. Atau mereka pikir ongkosnya yang terlalu mahal? Apa uang sepuluh ribu perak terlalu mahal untuk ongkos naik bajaj? Mau gimana lagi. Harga BBM untuk bajaj sudah melambung sangat tinggi. Tidak ada jalan lagi selain menaikkan tarif. Aku pun bingung. Sungguh bingung. Apa yang harus kulakukan? Lama aku berpikir. Kuputar seluruh otakku. Kekerahkan semua kekuatan yang ada di tubuhku. Untuk mencari sebuah jawaban yang sangat kunanti. Aku sangat membutuhkannya hari ini. Bisikan-bisikan setan mulai menyerangku. Aku tidak kuasa untuk melawannya karena bisikan itu terlalu kuat untuk imanku. Apa hanya jalan ini yang harus kutempuh? Apa takdir ini yang harus kujalani? Sungguh aku tidak tahu. Aku hanya bisa menuruti bisikan itu tanpa daya. Oh, istriku. Oh, anakku. Maafkan aku. Maafkan diriku...

0 comments:

Posting Komentar