Senin, 29 November 2010

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Naga



Perkembangan jaman yang cenderung cepat membawa pengaruh yang luas bagi kehidupan masyarakat. Pergeseran nilai-nilai budya terjadi di hampir seluruh kawasan, termasuk kawasan Asia, dan terlebih Indonesia. Banyak masyarakat di negeri ini telah meninggalkan warisan budaya nenek moyang, terutama generasi mudanya yang cenderung lebih condong kepada Budaya Barat, dan melupakan nilai-nilai budaya sendiri. Teknologi komunikasi telah menyebabkan arus informasi menjadi kian cepat, dan ini mempercepat perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Kendati demikian, kemudahan-kemudahan berkomunikasi yang tercipta pada masa sekarang tidak jarang membawa dampak negatif, seperti apabila dalam istilah anak-anak muda disebut sebagai korban mode, yaitu cara berpakaian seseorang yang sebenarnya tidak pantas dikenakan oleh orang tersebut hanya karena ingin mengikuti trend tanpa melihat lingkungan sekitar dan pantas atau tidak seseorang tersebut mengenakannya. Hal demikian terjadi dikarenakan masyarakat belum siap sepenuhnya menerima keadaan yang sangat cepat berubah. Karena ketidakpastian tersebut maka segala bentuk informasi dapat menembus filter. Kecenderungan demikian menarik sekali menyimak kenyataan bahwa di beberapa daerah tertentu di Indonesia terdapat masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang telah dianut sejak masa nenek moyang hingga kini, salah satu diantaranya adalah masyarakat Kampung Naga yang terdapat di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Secara geografis Kampung Naga memiliki wilayah yang tidak terisolir. Letaknya hanya sekitar 500 m dari jalan raya yang menghubungkan kota Tasikmalaya dan Garut. Kampung Naga mempunyai luas keseluruhan kurang lebih 4 ha dan secara administratif adalah bagian dari desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dengan keadaan demikian, sampai pada tingkat tertentu masyarakat Kampung Naga dapat dengan mudah berbaur dengan masyarakat lain sekitarnya. Mereka juga mengikuti perkembangan jaman dan menggunakan media massa seperti televisi dan radio. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak buta informasi dan dapat menyimak perkembangan-perkembangan masyarakat lain.
Namun demikian, mereka tetap teguh berpegang pada ajaran yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Masyarakat Kampung Naga meyakini bahwa dengan menjalankan adat istiadat warisan nenek moyang berarti telah menghormati karuhun (leluhur) dan apabila melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh karuhun merupakan sesuatu yang tabu dan bisa menimbulkan malapetaka. Pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oelh setiap orang. Misalnya berkenaan dengan mambangun rumah, masyarakat Kampung Naga samapai hari ini masih memiliki dan menerapkan tata cara serta ketentuan-ketentuan sebagaimana diwariskan oleh nenek moyang mereka dalam bentuk, bahan, dan arah rumah, begitu pula denga pakaian yang digunakan untuk upacara adat dan kesenian tradisional. Hal lain yang merupakan pantangan bagi masyarakat Kampung Naga adalah pada hari Selasa, Rabu dan Sabtu, pada hari-hari ini mereka dilarang untuk menceritakan adat istiadat dan asal usul Kampung Naga.
Tata kehidupan tersebut berdasarkan kepada pandangan dan pola kehidupan yang sederhana, tersirat dalam ungkapan “teu saba, teu soba, teu banda, teu boga, teu waduk, teu bedas, teu gagah, teu pinter (tidak berpergian, tidak mempunyai harta, tidak mempunyai apa-apa, tidak mempunyai kekuatan, tidak kuat, tidak gagah, tidak pintar). Mereka beranggapan bahwa mereka tidak diwarisi oleh leluhurnya sesuatu yang lebih, tetapi justru mereka sekedar diwarisi suatu keharusan pada rumah adat mereka, yang seragam dan sederhana baik dari segi arsitektur maupun materialnya.
Berada di tengah masyarakat global, masyarakat Kampung Naga dapat bertahan dengan adat istiadat leluhur yang dipegang teguh, namun mereka pun tetap tidak melupkan dunia luar dapat bersikap kooperatif dengan masyarakat umum maupun pemerintah. Dapat menerima kemajuan-kemajuan teknologi asalakan tidak bertentangan dengan hokum adat yag dipegang. Hal ini merupakan suatu hal yang patut mendapat acunagn jempol. Adat yang dipegang teguh banyak mengajarkan kepada kesederhanaan, pelestarian lingkungan dan sifat gotong royong yang masih cukup kental. Ini semua hal-hal yang mulai terkikis ditengah masyarakat umum pada masa sekarang ini. Hal demikian memberikan inspirasi untuk mengkaji lebih jauh bagaiaman sebenarnya pola-pola komunikasi masyarakat Kampung Naga yang ada sehingga dapat mempertahankan warisan budaya dalam kurun waktu yang cukup lama.
Pola komunikasi suatu masyarakat dapat ditelaah dengan berbagai motode misalnya dengan jaringan komunikasi, observasi partisipan, dan etnografi komunikasi.
Manusia sebagai makluk sosial tidak bisa lepas dari proses komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal, disadari maupun tidak disadari. Dalam proses komunikasi / interaksi tersebut, masing-masing individu dan tempat tidak sama. Seperti halnya dalam proses pemakaman masyarakat Hindu di Bali menggunakan upacara Ngaben dengan membakar mayat orang yang telah meninggal, sedangkan untuk masyarakat Jawa langsung menguburkan jasadnya saja.
Komunikasi merupakan bagian dari kebutuhan yang tidak dapat dihindari.
Dikutif oleh Deddy Mulyana, Goffman mengatakan :
“Meskipun seorang individu dapat berhenti berbicara, ia tidak dapat berhenti berkomunikasi melalui idiom tubuh, ia harus mengatakan suatu hal yang benar atau salah. Ia tidak dapat mengatakan sesuatu. Secara paradox, cara ia memberikan informasi tersedikit tentang dirinya sendiri, meskipun hal ini masih bisa dihargai adalah menyesuaikan diri dan bertindak sebagaimana orang-orang sejenisnya diharapkan.”
Komunikasi merupakan suatu proses yang terus menerus seperti lingkaran. Wiryanto mengatakan, “Sebagai suatu proses, komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang berkelanjutan tidak mempunyai titik awal dan titik akhir”. Hal ini juga menunjukkan bahwa komunikasi bersifat dinamis dan transaksional, dimana kemudian akan terjadi perubahan dalam setiap diri peserta komunikasi tersebut. Karena dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun sangat berpengaruh, baik lewat komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menimbulkan pengetahuan dan perilaku yang baru.
Cooley dalam Onung Uchjana Effendy memberikan satu definisi komunikasi yang cukup menarik yaitu komunikasi sebagai:
“Mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antar manusia dan yang memperkembangkan semua lambang pikiran, bersama-sama dengan sarana untuk menyiarkannya dalam ruang dan merekamnya dalam waktu. Ini mencakup wajah, sikap dan gerak-gerik, suara, kata-kata tertulis, percetakan, kereta api, telegrap, telepon dan apa saja yang merupakan penemuan mutakhir untuk menguasai ruang dan waktu.”
Dikatakan juga oleh Deddy Mulyana bahwa manusia merespon tidak hanya tindakan orang lain, melainkan juga makna, motif dan maksud tindakan tersebut. Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa dalam berkomunikasi, setiap orang dan setiap tempat mempunyai gaya yangberbeda. Hal ini kemudian akan mempengaruhi pola komunkasi yang terbangun dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Banyak faktor yang mempengaruhi, seperti letak geografis dan sistem kepercayan / agama sehingga bisa dikatakan bahwa pola komunikasi tidak berbentuk baik tapi fleksibel.
Pola komunikasi yang kemudian dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan dari suatu kelompok untuk berinteraksi, bertukar informasi, pikiran dan pengetahuan. Pola komunikasi juga dapat dikatakan sebagai cara seseorang atau kelompok berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati sebelumnya.
Kampung Naga merupakan satu komunitas yang mempunyai ciri khas yang berbeda dengan masyarakat lainya. Sebagai satu kampung yang masih taat terhadap warisan budaya leluhurnya, kampung Naga secara tidak langsung telah membangun dua karakter pola komunikasi, yaitu pola komunikasi formal dan pola komunikasi informal.
Pola komunikasi formal berkaitan dengan adat dan pemerintahan yaitu interaksi yang terjadi pada forum adat seperti upacara adat dan forum pemerintah misalnya musyawarah, pemilihan ketua RT. Sedangkan pola komunikasi informal adalah interaksi yang terjadi antar warga dalam berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Misalnya mengobrol di depan rumah pada sore hari, bermain di halaman, dan saat menonton televisi. Kedua pola komunikasi ini dipengaruhi oleh simbol dan norma yang mereka anut dan terlihat pada cara / sikap saat berbicara, posisi duduk, cara melayani tamu serta pakaian yang dikenakan.
Masyarakat adat menetapkan satu komunitas masyarakat yang sangat kental dengan adat istiadat yang telah tertanam sejak lama. Berdasarkan perspektif sosio-ekologis', masyarakat adat di Indonesia dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: pertapa bumi yang terdiri dari masyarakat Kanekes di Banten dan masyarakat Kajang di Sulawesi Selatan, dimana mereka percaya sebagai kelompok masyarakat terpilih yang bertugas menjaga kelestarian bumi. Kelompok kedua, yaitu masyarakat Kasepuhan dan masyarakat Suku Naga yang juga cukup ketat dalam memelihara dan menjalankan adat tetapi masih membuka ruang cukup luas bagi adanya hubungan dengan dunia. Kelompok ketiga, adalah masyarakat-masyarakat adat yang tergantung dari alam (hutan, sungai, laut, dll) dan mengembangkan sistem pengelolah yang unik tetapi tidak mengembangkan adat yang ketat. Masuk ke dalam kelompok ini diantaranya masyarakat adat Dayak dan Penan di Kalimantan, masyarakat Pakava dan Lind di Sulawesi Tengah dan masyarakat Dani dan Deponsoro di Papua Barat.
Dalam satu masyarakat adapt berkembang budaya yang khas yang tidak dimiliki oleh komunitas lainnya. Budaya masyarakat iru sendiri berkembang karena ada suatu kebiasaan pada masyarakat terdahulu yang kemudian diwarisi oleh generasi berikutnya. Sehingga budaya saat ini sering juga dikatakan sebagai bentuk kebiasaan masyarakat tertentu.
Haris & Moran dalam buku Komunikasi Antar Budaya suntingan Deddy Mulyana & Jalaludin Rakhmat mengatakan :
“Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek dan tardisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Generasi –generasi berikutnya terkondisikan untuk menerima kebenaran-kebenaran tersebut tentang kehidupan di sekitar mereka, pantangan-pantangan dan nilai-nilai tertentu ditetapkan, dan melalui banyak cara orang-orang menerima penjelasan tentang perilaku yang dapat diterima untuk hidup dalam masyarakat tersebut.”
Budaya yang berkembang dalam suatu lingkungan juga memiliki nilai-nilai kuat untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Nilai-nilai ini merupakan suatu bentuk aturan tidak tertulis yang secara tidak langsung telah disepakati oleh masyarakatnya. Serta pelanggran terhadap aturan tersebut pada umumnya akan menimbulkan sangsi sosial.
Kompleksitas yang terdapat dalam suatu budaya pada akhirnya akan menampilkan suatu perilaku sosial yang kemudian menjadi ciri suatu suku bangsa. Kebudayaan merupakan pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial.
Kebudayaan dimana tampak berbeda satu dengan yang lainnya, tetap mempunyai hakekat yang sama meliputi :
a. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
b. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
c. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
d. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-trindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diijinkan.
Hakekat-hakekat kebudayaan tersebut terlihat di lingkungan Kampung Naga. Kebudayaan yang ada saat ini merupakan peninggalan darileluhur mereka, tercermin dalam bentuk benda-benda fisik dan dalam proses menjalankan upacara adat. Tidak hanya karena ingin melestarikan adat yang sudah ada tetapi warga Kampung Naga menjalankan ritual kebudayaan karena suatu keyakinan itu harus dilakukan dan apabila tidak, maka akan menimbulkan suatu malapetaka. Dengan menjalankan ritual-ritual terdahulu secara tidak langsung telah menghormati leluhur.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kebudayaan adalah suatu yang kompleks yang terdiri dari berbagi unsur.
C.Kluckhohn dalam Purwasito mengemukakan beberapa unsur kebudayaan meliputi :
a. Bahasa
b. Sistem pengetahuan
c. Organisasi sosial
d. Sistem peralatan hidup dan teknologi
e. Sistem mata pencaharian hidup
f. Sistem religi
g. Kesenian
Unsur-unsur tersebut, satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Misalnya sumber mata pencaharian akan mempengaruhi sistem peralatan hidup dan teknologinya. Disamping tujuh unsur tersebut letak geografis dapat ditambahkan sebagai salah satu hal yang kan mempengaruhi bagaiman budaya dalam suatu masyarakat terbentuk.
Setiap kelompok yang ada dalam lingkungan masyarakat bisa hamper dipastikan mempunyai seorang pemimpin, baik yang bersifat formal maupun informal. Tidak hanya pada kelompok-kelompok yang bersifat positif, kumpulan orang-orang yang dipandang negatif pun tetap mempunyai seorang pemimpin.
Pemimpin adalah seorang yang dipercaya oleh para pengikutnya untuk menggerakkan suatu kegiatan, aktivitas dalam suatu kelompok tertentu. Pemimpin juga adalah seorang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan para pengikutnya. Pemimpin juga berarti orang yang berkuasa, mempunyai wewenang atas pengambilan keputusan maupun kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompoknya.
Pemimpin satu dengan yang lainnya mempunyai gaya yang berbeda dalam kepemimpinannya. Hal ini dipengaruhi oleh cara pandang mereka masing-masing. Misalnya satukeluarga dengan keluarga yang lain tidak akan sama dalam mendidik putra – putrid mereka. Ada yang menyerahkan segala keputusan dalam hal pendidikan kepada anaknya tetapi ada pula yang harus mengikuti keinginan orang tuanya.
Kartono menjelaskan makna dan jenis kepemimpinan sebagai berikut:
“Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan untuk mempengaruhi khalayak yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam satu kelompok atau komunitas tertentur. Dalam realita kehidupan di masyarakat terdapat beberapa jenis kepemimpinan, diantaranya kepemimpinan secara formal dan informal. Pemimpin formal merupakan orang yang oleh organisasi tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan bersama untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan kewajiban yang berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran organisasi yang telah ditetapkan. Sedangkan informal adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun karena memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku kelompok atau masyarakat.”
Masyarakat Kampung Naga ada karena adanya satu kepentingan yang sama yaitu salah satunya mempertahankan tradisi leluhur. Dimana mereka menjalankan rutinitas sehari-hari, mereka tidak hanya berdasarkan kepada keperluan adat, tetapi juga berdasarkan kepada perintah pemerintah.
Masyarakat Kampung Naga mempunyai dua sistem kepemimpinan secara formal dan informal. Kepemimpinan formal merupakan kepemimpinan yang dipilih berdasarkan pemilihan rakyat dan mendapat legitimasi dari pemerintah. Kepemimpinan formal ini dipegang langsung oleh Ketua RW dan Ketua RT yang langsung berhubungan dengan pemerintah. Sedangkan kepemimpinan informal adalah kepemimpinan yang ditentukan secara adat.
Dalam kepemimpinan masyarakat Kampung Naga terdapat unsur kharismatik, dan ini adalah suatu hal yang lazim dalam sebuah kepemimpinan. Kartono membedakan tipe kepemimpinan menjadi delapan diantaranya :
a. Tipe kharismatik
b. Tipe partialistis dan materialistis
c. Tipe militeristis
d. Tipe otokratis atau otoritatif
e. Tipe laisser faire
f. Tipe populistis
g. Tipe administratif
h. Tipe demokratis
Tipe kharismatik memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Dia dianggap mempunyai kekuaatan gaib dan kemampuan yang super human yang diperoleh sebagai karunia dari Yang Maha Kuasa.
Weber mengembangkan tiga tipe otoritas dalam masyarakat, pertama otoritas legal yaitu otoritas yang keabsahannya bersumber dari legalitas atau aturan resmi. Kedua, otoritas tradisional yang keabsahannya bertumpu pada adat istiadat. Ketiga, otoritas kharismatik yang keabsahannya bersumber dari kharisma atau kualitas istimewa seseorang, saerta pengakuan orang lain terhadap kahrisma itu. Namun demikian ketiganya seringkali tercampurkan. Pemimpin otoritas kharismatik bisa sekaligus merupakan pemimpin tradisional dan legal.
Menurut Webster, istilah konflik dalam bahasa aslinya adalah conflict yang berarti perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Namun seiring dengan perkembangan jaman, istilah konflik tidak hanya sebatas dengan adanya konfrontasi fisik. Masih pengertian yang dikemukakan oleh Webster bahwa konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.
Perbedaan kepentingan menjadi penyebab utama terjadinya konflik di suatu tempat. Kepentingan tersebut ada yang bersifat universal (seperti kebutuhan akan rasa aman, identitas, restu sosial, kebahagiaan, kejelasana tentang dunia dan berapa harkat kemanusiaan yang bersifat fisik). Beberapa kepentingan bersifat spesifik bagi pelaku-pelaku tertentu. Beberapa kepentingan bersifat lebih penting daripada orang lain dan tingkat prioritas tersebut berbeda pada masing-masing orang.
Kampung Naga sebagai satu kampung yang masih memegang adat istiadat yang cukup kuat mempunyai kerentanan dalam hubungan dengan pihak luar. Dikatakan demikian karena bisa saja tidak semua elemen masyarakat bisa menerima kenyataan tersebut. Sebagai kampung yang masih memegang adat leluhurnya, Kampung Naga mempunyai satu hal menarik yang bisa membuat masyarakat lain penasaran ingin mengetahui secara langsung bagaimana mereka menjalankan adat leluhurnya.Tetapi di sisi lain masyarakat Kampung Naga juga memerlukan ketenangan dalam menjalankan aktivitas kehidupan mereka sehari-hari.
Dilihat dari kondisi geografisnya, Kampung Naga juga rentan terhadap konflik intern, karena terbatasnya lahan yang mereka miliki. Sedangkan masyarakatterus tumbuh dan berkembang secara kuantitas dan kualitas. Kendati pun demikian belum tentu hal-hal tersebut dapat memicu konflik secara internal maupun eksternal di lingkungan Kampung Naga. Bisa saja dengan keterikatan mereka yang cukup kuat, hal-hal yang terlihat sebagai pemicukonflik dapat terpecahkan dengan baik.
Interaksionalisme simbolik adalah sebuah teori yang berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan makna melalui simbol-simbol yang nampak. Dikutif oleh Spardly bahwa ada tiga premis mengenai landasan teori ini.
Premis pertama, manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal itu kepada mereka. Premis kedua, yang mendasari interaksionalisme simbolik bahwa makna berbagi hal itu berasal dari atau muncul dari interaksi social seseorang dengan orang lain. Premis ketiga, adalah makna ditangani atau dimodifikasi memlalui proses penafsiran yang digunakan oleh orang dalam kaitannya dengan berbagi hal yang dihadapi.
Esensi interaksionalisme adalah suatu aktivitas yang merupakan cirri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran symbol yang diberi makna. Simbol atau lambing yang digunakan merupakan hasil kesepakatan bersama untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya kata wortel ditujukan untuk jenis sayuran yang berwarna oranye. Simbol-simbol ini pun tidak hanya berupa benda nyata saja tetapi juga meliputi perkataan dan perilaku.
Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Pernyataan tersebut sesuai dengan kenyataan. Karena dalam setiap kita berinteraksi disadari atau tidak, tersirat simbol-simbol yang mewakili diri kita. Seperti cara berbicara, dialek yang digunakan, intonasi dalam menekankan kata yang diucapkan dan gaya berpakaian. Ini semua dapat merepresentasikan apa yang dimaksud oleh seorang komunikator.
Prinsip-prinsip teori simbolik yang dikemukakan oleh George Ritzer dalam Deddy Mulyana diantaranya adalah :
a. Manusia, tidak seperti hewan yang lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan berpikir.
b. Kemampuan berpikir itu dibentuk oleh interaksi
c. Dalam interaksi social orang belajar makna dan symbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni berpikir.
d. Makna dan symbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas manusia.
e. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi.
f. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena antara lain kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.
g. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membentuk kelompok atau masyarakat.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, maka sangat memungkinkan satu simbol mempunyai makna yang beraneka ragam. Tergantung kepada interpretasi masng-masing individu, situasi yang mendukung saat simbol tersebut muncul, dan juga latar belakang individu yang bersangkutan.
Latar belakang budaya suatu masyarakat pada umumnya mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi, baik secara intern ataupun pihak luar. Latar belakang budaya ini berkaitan dengan siapa nenek moyang mereka, bagaimana sejarah tempat tinggalnya dan faktor – faktor lain yang mempengaruhi perilak mereka saat ini. Pola komunikasi yang terjadi dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang diwarisi oleh masyarakat Kampung Naga yang diekpresikan melalui simbol-simbol dan norma yang dianut. Simbol-simbol tersebut misalnya tercermin dari bentuk rumah yang seragam, pakaian-pakaian adat yang dikenakan saat upacara adat, serta ritual-ritual yang lazim dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga.
Norma atau tata aturan hidup yang dianut oleh masyarakat Kampung Naga juga mempengaruhi perilaku masyarakat dalam berkomunikasi. Sebagaimana layaknya suatu masyarakat pada umumnya, selalu ada peraturan-peraturan tidak tertulis yang mengatur perilaku dalam masyarakat, begitu pula dengan masyarakat Kampung Naga. Norma yang dianut merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang.

DAFTAR PUSTAKA
Bangin, Burhan,”Analisa Data Penelitian Kualitatif”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Effendy, Onong Uchjana, “Kepemimpinan dan Komunikasi”, Alumni Bandung, Bandung, 1986
Effendy, Onong Uchjana, “Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek”, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996
Moleong, Lexy J, “Metodologi nPenelitian Kualitatif”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001
Mulyana, Deddy, “Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003
Mulyana, Deddy, “Komunikasi Efektif, Suatu Pendekatan Lintas Budaya”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004
Mulyana, Deddy, dan Rakhmat, Jalaluddin,”Komuinikasi Antar Budaya”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990
Soekarno, Soerjono,”Sosiologi, Suatu Pengantar”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Tabbs, Stewart L. & Moss Sylvia, “Human Communication, Konteks-Konteks Komunikasi”, buku ke-2, Penerjemah, Deddy Mulyana, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001
Tim Penyusun Kamus Badan Pembina dan Pengembangan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Wiryanto, “Teori Komunikasi Massa”, PT. Grasindo, Jakarta, 2002

0 comments:

Posting Komentar