Kamis, 02 April 2009

Balada Rumah Biru, Schedule 06 - Teman Kerja Baru

Setelah cukup lama sebagai lone ranger, akhirnya aku dapat teman kantor baru. Rupanya Pak Achmad merasa membutuhkan lagi karyawan mengingat proyek yang dikerjakan sudah menumpuk dan waktu pengerjaan pun semakin pendek. Apalagi waktu itu, proyek Pasar Tawangmangu harus segera dibikin presentasinya karena akan dipaparkan minggu depan dihadapan Bupati Karanganyar beserta jajarannya. Biasanya dalam presentasi harus ada gambar 3 dimensinya atau istilah di arsitektur gambar perspektifnya, supaya lebih mudah menjelaskannya. Untuk itu, Pak Achmad sangat membutuhkan tenaga arsitek yang bisa program 3D Max untuk membuat visualisasi desain.

Sebenarnya aku sih mampu membuat gambar perspektif, cuma pakai sketsa tangan bukan komputer. Tapi pernah suatu kali aku akan presentasi dan Bos menyuruhku membuat gambar perspektifnya. Eh, bukannya sketsa desain yang kubikin, malah hasil yang terlihat adalah gambar pemandangan lengkap dengan dua gunung, matahari terbit di antara kedua gunung, jalan membentang di tengah-tengahnya, dengan kiri kanannya hamparan sawah hijau membentang, ... itu sih gambaran wajib anak TK. Yang pasti hasilnya jauh dari harapan Pak Bos. Makanya, Pak Achmad kapok menyuruhku membuat gambar perspektif.

Teman baruku itu namanya Danny. Dia adik angkatanku di arsitektur. Ceritanya dia bisa kerja di sini sih hampir sama denganku. Pak Achmad meminta kepada dosenku untuk dicarikan mahasiswa yang bisa bikin gambar perspektif pakai komputer. Kenapa bukan mahasiswa yang sudah lulus yang dicari? Alasannya sih klise. Kalo masih mahasiswa honornya bisa lebih murah, syukur-syukur gratisan itung-itung kerja praktek. Penyakit pelitnya si Bos baru kumat nih. Maka direkomendasikanlah di Danny ini. Dia masih kuliah tingkat akhir. Asli dari Bandung. Anaknya sangat periang dan suka bercanda. Sejak kuliah aku sudah cukup akrab dengannya. Lagian kost dia juga bertetangga dengan “kost” aku dulu. Sama-sama di satu RT.

Masih ingatkan cerita sebelumnya, aku memang “kost” di pondokan Mentari Buana di samping kampus. Tapi cuma buat numpang makan siang, tidur siang, mandi, makan malam terus malamnya pulang ke rumah ortu. Nah, si Danny ini kost di dekat Mentari Buana. Selisih satu gang. Nama pondokannya Graha Tirta. Tiap siang kita selalu bertemu. Biasanya pas mo makan siang di warung dekat kost kita masing-masing. Di sana kita sering ngobrol sambil menyantap tempe goreng atau mie instan rebus. Biasanya ngobrol tentang kuliah, tanya tugas-tugas atau masalah cewek fakultas sebelah. Pokoknya tentang apa saja.

“Eh, Mas Isma. Inget nggak cewek ekonomi yang kemarin lewat di depan kantin pas kita makan siang nungguin kuliah?”

“O, yang cewek manis berambut agak pirang itu. Aku masih ingat orangnya. Emangnya kenapa dengannya?”

“Aku sudah tahu namanya, Mas. Bukan hanya itu. Nomer hp-nya pun aku punya.”

“Gila lo, Dan. Cepet amat. Tahu dari mana? Kamu nanya langsung ke dia? Atau kamu nanya sama teman kuliahnya? Nanya Dosennya?”

Danny hanya menggeleng.

Aku pun jadi penasaran
“Terus darimana kamu tahu?”

“Ya terang aja aku tahu. Dia kan teman SMU ku di Bandung.”

Aku pun langsung spontan menjitak kepalanya. Pletak!!!


Setelah Danny masuk membantuku menyelesaikan kerjaan proyek di Rumah Biru, otomatis Pak Achmad harus mencarikan satu unit computer untuknya. Sejak saat itu, era digital sudah menjamah tempat kerjaku. Dan saat itu pula aku mengenal program autoCAD dan 3D Max.

Wah, ribet juga ya ngerjainnya. Klik sana. Klik sini. Cukup lama aku memperhatikan di Danny membuat draft gambar 3 dimensi, aku masih bingung juga. Aku belum tahu bagaimana memulainya. Mau minta diajarin sama Danny, nggak ada waktu. Soalnya Danny sedang di deadline terus tiap harinya sama Pak Achmad. Kerja rodi begitulah kasarannya. Boro – boro ngajarin, ngobrol aja jarang – jarang. Danny sibuk terus dengan kerjaannya. Paling kita baru bisa ngobrol panjang lebar pas istirahat makan siang.

“Busyet, baru kali ini aku kerja kaya gini, Mas.”

“Emangnya pas kuliah nggak pernah lembur lo?”

“Lemburnya beda, Mas. Ini mah namanya kerja paksa jaman Daendels. Nggak ada matinya. Mana komputernya dodol pisan. Buat rendering aja nunggu berjam-jam. Belum lagi kalo Bos minta perubahan. Aku harus ngulang dari awal lagi, Mas.”

“Ya, welcome to rumahbiru. Begitulah kerja disini.”

“Emangnya dari dulu kerjanya begini, Mas?”

“Lebih parah lagi. Kamu sekarang enak ada komputer. Mo edit gambar tinggal klik sana klik sini. Jamanku dulu masih manual. Gambar aku buat sketsa dengan pensil di atas kertas. Kalo ada perubahan, ya harus gambar ulang lagi. Nggak bisa dihapus. Kalo nekat ya sobek kertasnya. Belum lagi kalo gambar di kertas kalkir. Kalo kena air, gambarnya jadi keriting. Terpaksa gambar lagi juga. Pokoknya dulu kerjanya lebih parah lagi dari Daendels. Mungkin kaya jaman Firaun bikin pyramid.”

“Waduh, parah banget ya. Kok betah sih, Mas?”

“Ya belum ada yang lain, mau gimana lagi.”

Namun keberadaan Danny di Rumah Biru tidak lama. Hanya berjalan enam bulan saja, Danny pun mengundurkan diri. Dengan alasan sudah mulai sibuk skripsi, maka Danny meninggalkan aku menjadi lone ranger lagi di kantor. Aslinya sih alasan dia keluar karena nggak tahan di deadline melulu sama si Bos. Kerjaannya berat tapi honornya kecil. Ya begitulah si Boss. Prinsip ekonomi dipegang teguh sampai mengakar ke tulang sumsum.

Untungnya proyek presentasi untuk desain Pasar Tawangmangu sudah kelar sehingga aku tidak perlu menggantikan tugas Danny. Namun di balik itu semua, ada hikmah yang bisa di ambil. Inventaris kantor bertambah dengan adanya satu unit komputer. Maka radio butut pun beralih fungsi menjadi speaker active, karena untuk mendengarkan musik aku tinggal meng-klik program winamp untuk memutar file mp3 yang jumlahnya cukup banyak di hard disk komputer.

Rupanya Allah tidak menghendaki umat-Nya bekerja sendirian terus menerus. Setelah dua minggu, Pak Achmad akhirnya merekrut kembali seorang pegawai baru yang rencananya diangkat sebagai pegawai tetap layaknya diriku. Pak Achmad baru mendapatkan proyek untuk pembuatan Pasar Ikan di daerah Brondong Lamongan Jawa Timur. Kelihatannya dia mulai membutuhkan tenaga tetap untuk pekerjaan visualisasi desain.

Namanya Mardi. Dia juga kebetulan teman kuliah seangkatanku. Asli Cilacap. Dia juga mahir dalam program gambar seperti autoCAD dan 3D Max. Orangnya tinggi kurus. Meskipun badannya kecil, jangan tanya makannya. Nasi sebakul bisa ludes dilahapnya. Herannya, badannya tetap aja cuma kulit sama tulang. Nggak tahu kemana larinya nasi yang sebakul itu. Mungkin baru masuk langsung keluar lagi, jadi nggak sempat diambil sarinya. Kaya lewat jalan tol aja tuh nasi. Bebas hambatan dan langsung masuk jurang!!! Akhirnya Mardi pun menemani hari-hariku di kantor Rumah Biru.

0 comments:

Posting Komentar