Matahari bersinar dengan teriknya siang itu. Aku dan Mardi sampe mandi keringat. Kipas angin di kantor sudah tidak mempan. Mardi pun berinisiatif membuka jendela. Bukannya angin segar yang masuk, malah debu jalan memenuhi ruang studio. Maklum pinggir jalan besar. Akhirnya jendela ditutupnya kembali.
“Busyet, panas banget. Is, kamu kegerahan, nggak?”
“Nggak kok, aku malah kedinginan. Yee, sudah tahu aku keringatan begini masih nanya.”
“Kamu usul aja sama si Bos, pasang AC kek. Hari gini konsultan perencana kantornya pake kipas angin, nggak jaman!”
“Kamu ini, Di. Udah tahu si Bos pelitnya ngalahin demit. Boro-boro AC, kipas manual pake tangan aja pasti nggak akan dibeliin.”
“Kalo begini caranya, bisa-bisa kita matang nih di dalam sini. Panasnya udah kaya microwave.”
“Coba tadi aku bawa biji jagung, bisa jadi popcorn di sini.”
Ketika kami berdua masih sibuk dengan omelan masing-masing, Pak Achmad pun muncul. “Lho, kalian berdua baru ngapain? Kok pada keringatan begitu. Siang bolong kok malah olahraga. Kaya orang gila aja. Kerjaan udah selesai belum?”
Kalo tidak kucegah, Mardi pasti udah melempar keyboard ke arah Pak Achmad saking kesalnya.
“Kerjaan yang mana maksud Bapak? Kan gambar denah serta perspketif yang Bapak minta sudah kita siapkan kemarin sore,” tanyaku.
“Maksud saya, kerjaan yang baru saya bawa ini.”
Mardi kembali geram. Anak itu memang agak temperamental. Apalagi cuaca sedang panas-panasnya.
Pak Achmad pun duduk di meja meeting. Kami berdua mengikutinya.
“Itu proyek apa lagi, Pak?” tanyaku mengawali pembicaraan.
“Ini ada proyek baru, cuma bikin bangunan rumah tinggal milik teman saya. Nilainya sih tidak seberapa cuma butuh cepat pengerjaannya.”
“Deadline-nya berapa hari, Pak?” tanya Mardi
“Besok siang! Jadi kalian harus lembur sampe malam. Sekalian saja kalian tidur di sini jaga kantor dan rumah. Soalnya saya ada urusan keluarga mendadak di Jogja malam ini. Pulangnya baru besok siang. Mbak Inah juga sore ini mau menengok anaknya di Wonogiri.”
What? Gubraaak!!!!
Lembur lagi, lembur lagi! Capek deh!
Singkat cerita, aku dan Mardi pun bermalam di kantor. Bos dan keluarganya sudah mengosongkan rumah sejak ba’da Maghrib. Begitu juga dengan Mbak Inah. Mbah Hamid pun sudah pulang ke rumah mungilnya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tinggal kami berdua di rumah yang serem ini. Hiiiyyyy...
“Di, coba perhatiin. Kalo malem di sini serem juga ya.”
“Iya, Is. Maklumlah rumah kuno. Mana gedhe lagi.”
“Sekarang kita enaknya mo ngapain nih?”
“Lho. Kita kan ada kerjaan dari Bos. Gimana sih kamu, Is?”
“Males, Di. Mood ku ilang nih gara-gara liat suasana kantor yang serem kaya gini. Mana bisa tenang bikin rancangan desain kalo suasana di sini kaya di kompleks kuburan.”
“Iya juga sih. Jangan-jangan pas kita sedang asyik gambar, dari belakang ada yang nyolek, trus pas kita tengok, eh ... mukanya rata berdarah-darah! Hiiiiiiiy!”
“Makanya jangan sering-sering liat film nasional yang temanya kebanyakan horor nggak bermutu. Jadi parno kan pikiran lo? Ehm, .... mendingan gini aja, Di. Gimana kalo kita sekarang turun aja ke bawah. Kita ke ruang TV.”
“What? Udah gila kamu, Is. Di bawah kan lebih menyeramkan. Demit dan kawan-kawannya kan pada mangkal di sana. Banyak lukisan-lukisan kuno lagi di dindingnya.”
“Emang demit mangkal kaya tukang ojek? Ada-ada aja! Udah, nggak papa. Kita kan berdua. Nggak usah takut, Di. Nanti kita liat TV kabel punyanya si Bos aja. Acara kan bagus-bagus. Kalo nggak salah, dulu Bos pernah cerita kalo dia sering liat acara di Fashion TV. Isinya ya model-model cantik sedunia lenggak-lenggok di catwalk. Kalo enggak, stasiun tv yang nyiarin ada juga film-film box office, tanpa sensor pula. Lumayan kan buat ngillangin takut.”
“Itu sih maumu, Is. Dasar ngeres lo!”
“Tapi kamu juga mau kan?.”
“He-eh”
“Let’s go down, bro.”
Tak berselang lama, kami pun sudah duduk di depan TV mantengin Fashion Station dengan modelnya yang memperagakan busana perancang top dunia. Mata si Mardi terus melotot sampe nggak berkedip, ... kaya mo lepas aja tuh mata saking beloknya.
“Di, ngomong-ngomong laper nih. Ada makanan nggak ya di dapur?”
“Tau ah, kamu ini gangguin aja. Baru asyik nih. Coba aja cari di kulkas kek, di lemari makan kek. Siapa tahu Mbak Inah nyimpen makanan di sana.”
Kuturuti saran Mardi. Aku beranjak menuju dapur. Celingak-celinguk. Kaya maling mo nyuri jemuran aja. Akhirnya ketemu juga tuh kulkas. Segera kubuka pintu kulkas dua pintu itu. Ketengok isi di dalamnya. Di atas rak-rak tersebar makanan-makanan ringan. Lumayan juga nih buat ganjal perut. Kuambil beberapa bungkus, sekalian untuk si Mardi. Aku pun kembali menuju ke ruang TV. Mardi masih asyik dengan Fashion TV-nya ketika aku menghampirinya.
“Nih, ada snack di kulkas. Lumayan buat ngemil sambil nonton TV.”
“Wah, enak tuh keliatannya.”
Tanpa komando, langsung diambilnya beberapa bungkus makanan ringan kemudian dibukanya satu –persatu. Beberapa snack pun dilahapnya dengan rakus.
Ketika aku hendak membuka satu bungkus snack, tanpa sengaja kulihat keterangan expired date di bagian belakang. Disitu tertulis JAN 01. Lho, padahal sekarang kan udah bulan Maret. Busyeet, makanan basi nih!
“Di, awas makanannya kadaluwarsa.”
“What?”
Mardi segera melihat kode kadaluwarsa di bungkus makanannya.
“Hueeek, punyaku juga kadaluwarsa. Is, kamu gimana sih? Masak makanan kaya gini dibawa?”
“Yee, mana kutahu. Kuambil semuanya dari kulkas.”
“Sialan nih si Bos. Masak makanan basi disimpan di kulkas sih.”
“Buat ngerjain kita kali, Di. Tahu kita mo nginep sini, eh ... makanan yang dikasih expired semua.”
“Bener-bener tega tuh orang.”
Akhirnya kami pun kembali menonton TV dengan perut keroncongan. Cuma minum air putih aja sepanjang malam. ..... beser donk! Hingga tak sadar, kami berdua sudah ketiduran di ruang TV, dikelilingi para demit dan genderuwo penunggu rumah yang melihat kami dengan rasa iba. Kasihan nih anak orang, ..... pada kelaparan sampe ketiduran gitu. Gak jadi deh gue isep darahnya. Takut expired juga....hehehe.
Keesokan harinya, kita kesiangan. Jam delapan pagi baru bisa bangun. Kami segera membereskan semua yang berantakan di ruang TV. Setelah bersih-bersih, kemudian sholat subuh ...... gila nih anak, jam delapan pagi sholat subuh, kami berdua kembali ke studio.
Deadline tinggal jam empat jam lagi. Kami berdua belum juga membuat rancangan desain yang diminta Pak Achmad sedikit pun. Sampe ketika Bos datang, kami berdua belum menyelesaikannya.
Dan Pak Achmad seperti biasa, langsung marah-marah, mengomel tak karuan.
“Kalian ini, ngapain aja semaleman, kok kerjaan belum kelar sampe siang ini. Kalian pasti nggak mengerjakan semalem, kan? Terus ngapain aja? Begadang? Mabuk-mabukan? Dugem? Main perempuan? AYO, JAWAB!!!”
Perempuan yang mana maksudnya? Perasaan di sini cuma ada si kunti, si suster ngesot, si hantu jeruk purut .. .itu mah semuanya selera lo, Bos.
“Sebenarnya semalem kita udah bikin, Bos. Cuma karena desainnya sudah EXPIREEEEEEEEED ( sengaja ngomongnya dikencengin ), so kita buang aja.”
HAH!!! Si Bos pun bengong.
skip to main |
skip to sidebar
Rabu, 29 April 2009
My time
About me
- Ismail Ruzain
- Berusaha untuk selalu lebih baik dari hari ke hari, .... namun hal itu sangat sulit !!!
Labels
- Artikel Arsitektur (6)
- Artikel Bisnis (9)
- Artikel Internet (2)
- Artikel Komputer dan Gadget (9)
- Artikel Media dan Komunikasi (6)
- Artikel Travelling (2)
- Cerpen (2)
- Diskografi (3)
- Faiz Collections (1)
- Foto Album (2)
- Lagu (1)
- Novel (34)
- Puisi (6)
- Renungan (4)
- Salam (1)
- Videoklip (7)
My Lapak
say no for drugs, free sex and violence, let's make the world with love and peace
My Facebook Badge
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.



0 comments:
Posting Komentar