Senin, 04 Mei 2009

Balada Rumah Biru, Schedule 10 - Wabah Gamemania!

Ada kegiatan yang paling menyenangkan di kantor. Apalagi kalo dilakukan ketika Pak Achmad tidak berada di kantor atau pergi ke luar kota. Ya, di Rumah Biru baru terjangkit wabah penyakit gamemania! Setiap Bos pergi, Rumah Biru beralih fungsi dari konsultan perencana menjadi sebuah multiplayer game zone. Maklum, semasa angkatan Alung dkk, jumlah komputer di Rumah Biru pun bertambah sesuai dengan jumlah personil sehingga mencukupi untuk melakukan sebuah permainan multiplayer.

Hal ini dipelopori oleh Dika dan Aris. Kolaborasi antara arsitek gokil dan civil engineer yang lebih gokil itu menghasilkan wabah yang melanda hampir semua personil Rumah Biru. Suatu hari Dika membawa sekeping CD software permainan multiplayer ke kantor. Covernya bertuliskan AGE OF EMPIRE. Dari judulnya saja sudah keliatan jenis apa permainan yang mereka bawa. Permainan itu merupakan sebuah permainan strategi perang yang ber-setting pada masa kerajaan-kerajaan atau bangsa-bangsa dunia tempo dulu. Setelah ter-install di komputer masing-masing, kami pun segera menjalankannya.

Pertama sih aku bingung juga, gimana nin maennya! Aku nggak biasa main game model beginian. Favoritku sih game action first person shooter yang tinggal dar-der-dor nembakin musuh, nggak perlu mikir macam-macam kaya Counter Strike atau Call of Duty. Kalo nggak, game WE pun aku ahlinya. Maklum aku hobi banget sama sepak bola.

Dulu semasa masih kuliah, aku jago main bolanya. Posisi favoritku adalah gelandang serang. Ketika itu aku ngefans berat sama David Ginola dan Gianfranco Zola sebagai pemain bola idolaku. Menurutku keduanya mempunyai skill paling jempolan dalam menggiring bola pada masanya. Namun sekarang aku sudah jarang sekali bisa bermain bola. Mungkin karena pekerjaan yang menyita waktuku seharian. Dan akibatnya badan pun jadi ikutan melar. .. hehehe.

Main bola beneran udah nggak sempat, gantian sekarang main game pun nggak masalah. Makanya, dari kemunculan pertama WE, aku sudah memainkannya. Tapi anehnya, aku tidak jago kalo maennya di Playstation. Aku lebih mahir kalo main di PC. Nggak tahu kenapa, mungkin karena kebiasaan aja pegang keyboard daripada stick PS.

Kembali ke laptop! ... ikut-ikutan Mas Tukul melulu sih. Maksudku kembali ke cerita wabah game di Rumah Biru. Setelah diajarin oleh Dika, akhirnya aku pun bisa memainkan game Age of Empires ini dengan lancar... meskipun kalah melulu pada akhirnya. Hebatnya, game ini bisa dimainkan lebih dari dua orang, maksimalnya delapan orang. Maka acara main secara multiplayer pun digelar. Tentunya bila Pak Achmad sedang keluar kantor. Kalo ketahuan nanti malah minta diajarin, bisa berape ......
Biasanya permainan dibagi menjadi dua tim. Sebagai pemain yang paling yahud di antara kami, Dika dan Aris ditunjuk sebagai ketua tim. Kemudian mereka memilih anggotanya masing-masing. Aku biasanya ikut dalam tim bersama Dika, Prast dan Zaini. Aris biasanya dalam satu tim dengan Alung dan Hadi. Atau ... aaaargh, gimana sih urutannya, aku udah lupa, dasar udah om-om. Setelah kedua tim terbentuk, permainan pun dimulai. Dan resikonya tugas kantor pun jadi terbengkalai.....hehehe. Biasanya permainan akan diakhiri dengan acara adu mulut, pihak yang kalah merasa tidak terima, dan pihak yang menang merasa tidak melakukan kecurangan. Pokoknya ada aja alasan untuk bertengkar. Tentulah yang mulai duluan dari pimpinan timnya donk. Capeeek deeeh!!!

Demam multiplayer game tidak hanya pada game Age of Empires ini saja. MotoGP atau pun Need for Speed dijabanin juga. Seru juga tuh balapan sama teman-teman. Apalagi pake acara tabrak-tabrakan segala, bercampur dengan sumpah serapah yang keluar dari mulut Alung setiap mobilnya memasuki garis finish ... tapi paling akhir. Hiiiks...jadi pengin maen lagi nih. Ayo kapan reunian nih buat balapan lagi! Memang main game secara multiplayer telah menjadi penyakit akut di kantor kami. Apa nggak enak, maen game digaji bulanan hehehe .....

Pernah suatu ketika, kami bosan dengan game yang itu-itu melulu. Mau beli CD game untuk PC, dulu harganya masih mahal, sekitar 30 ribu- an per keping. Itu pun harga CD bajakan. Yang asli bisa ratusan ribu. Rental-rental juga masih jarang.

Maka suatu ketika, saat hendak mau minta tanda tangan ke Pimpinan Proyek Pasar, aku, Alung dan Aris pergi ke Sukoharjo naik mobilnya Alung. Seperti biasanya sebelum minta tanda tangan, kami sudah membawa “amplop” ... tahu kan maksudnya, titipan dari Bos untuk diberikan kepada Pimpro. Sebagai uang pelicin, maksudnya. Kan di negara kita model beginian masih berlaku .... ups, bisa kena bredel nih!

Sebelum sampe ke rumahnya sang Pimro di Sukoharjo, si Aris iseng membuka amplop tersebut di dalam mobil Alung.

“Lho, Ris. Ngapain kamu buka amplopnya?” tanyaku

“Wah, lihat nih, Mas Is. Ada dua ratus lima puluh ribu nih.”

“Iya, aku juga tahu, uang yang dititipkan Bos jumlahnya segitu. Trus kenapa dengan uang itu?”

“Mas, kalo kita ambil lima ribu gimana? Lumayan bisa buat beli dua keping CD game baru, lho.”

“Wah, bener tuh, Ris. Udah, sikat aja,” timpal Alung.

“Eiit, tunggu dulu. Udah gila pa, kalian? Main sikat-sikat aja. Entar kalo ketahuan gimana? Kalo Pak Pimpro sampe lapor sama Bos, kita bisa celaka.”

“Nggak mungkin Pak Pimpro ngadu sama Bos, Mas. Orangnya kalem gitu. Pasti malu lah ngadu-ngadu kalo amplopannya kurang,” jawab Alung.

“Iya, Mas. Nggak bakal ketahuan, Mas tenang aja,”imbuh Aris.

Aku pun terdiam sebentar memikirkannya. Sebuah bisikan dari malaikat pun menegurku untuk menolak permintaan mereka, tapi di sisi yang lain, sang setan menyuruhku untuk menuruti mereka. Sampe akhirnya .....
“Ya, udah terserah kalian aja. Yang penting kita harus dapat tanda tangannya dulu.” Yach, ......setan juga akhirnya.

“Beres, Mas.” Mereka berdua tersenyum puas. Dan setan pun tertawa hahaha ...

Akhirnya dengan uang hasil “rampokan” tadi, kami pun bisa membawa pulang game terbaru ke kantor dan tentu saja disambut dengan gembira oleh teman-teman yang lain. Maafkan kami Pak Pimpro atas kelancangannya, ... hehehe.

0 comments:

Posting Komentar