Di hari Minggu yang agak mendung, kami berlima bertolak menuju ke studio temannya Danny yang terletak di daerah Solo Baru. Hari ini kami sudah janjian akan ke sana jam sepuluh pagi. Padahal kalau hari Minggu, aku dan Topan jam segini biasanya masih bermalas-malasan di kamar. Tapi karena jam delapan tadi si Danny sudah menjemput, terpaksa kami harus bangun pagi-pagi sekali.
Setelah menjemput Manto dan Arif, maka kami segera meluncur ke arah Solo Baru. Sepanjang perjalanan, anak-anak selalu bercanda untuk mengurangi kejenuhan. Baru pertama kali ini kami berlima bisa pergi bersama. Dan aku merasa, ada suasana dan semangat baru yang sedang tumbuh di antara kami. Semangat untuk bersama-sama menggapai mimpi. Meskipun ini baru awal dari sebuah perjalanan. Kuyakin nanti semua akan berjalan seperti apa yang telah kami impikan. Semoga...
“Eh, Is. Kok bengong? Baru ngelamunin apaan?” Tiba-tiba Arif menegurku.
“Nggak ada apa-apa kok.”
“Ah, bohong loe. Paling-paling lagi ngelamunin cewek yang semalem nganterin loe kan? Eh, ngomong-ngomong siapa sih namanya?” Topan ikutan nimbrung.
“Lho kok loe tahu, Pan?”
“Semalem kan gue liat dari balkon pas loe pulang.”
“Dasar tukang intip loe.”
“Siapa sih dia?”
“Cuman temen aja. Kenalnya juga di StarMusikindo.”
Aku kembali teringat akan pertemuanku dengan Viola. Memang dia teman yang ramah. Dan entah kenapa ketika ngobrol dengannya, ada sesuatu yang muncul di dalam tubuhku. Sebuah perasaaan yang membuatku menjadi tentram dan damai. Atau inikah yang namanya cinta? Padahal aku baru bertemu dengannya kemarin. Masak sih aku bisa jatuh cinta kepada Viola? Ah, mana mungkin. Sejujurnya aku belum pernah merasakan jatuh cinta, selain kepada Bapak, Ibu dan kedua adikku. Aku jadi bingung. Aku masih belum bisa menemukan jawaban yang sebenarnya.
“Ngomong-ngomong kemarin lamaran kerja loe diterima nggak?” Tiba-tiba Danny membuyarkan lamunanku.
“Eh, iya…, Alhamdulillah, gue diterima. Besok gue baru mulai kerja.”
“Wah selamat, Is. Jangan lupa, ditunggu syukurannya aja.”
”Thanks, Dan. O ya, studionya masih jauh?”
”Sebentar lagi sampai. Paling lama seperempat jam lagi.”
Kami pun telah memasuki kawasan Solo Baru. Kawasan ini merupakan kawasan elite di selatan kota Solo. Kulihat banyak pembangunan di sana-sini. Dari perumahanan mewah, pusat perbelanjaan, ruko, showroom, gedung bioskop hingga gelanggang olahraga pun ada. Kawasan ini memang sedang berkembang dengan pesatnya.
”Is, udah mau sampe nih. Kita tinggal belok di tikungan depan, nanti ada papan nama warna kuning yang besar di kiri jalan.” Kata Danny sambil menunjukkan tangannya ke arah tikungan yang dimaksud.
Seperti yang Danny bilang, setelah berbelok melewati tikungan, tak lama kemudian kami melihat sebuah papan nama yang cukup besar berdiri kokoh di pinggir jalan. Dengan dominan warna kuning menyala, desainnya juga cukup unik, lain dari papan nama kebanyakan. Terdapat tulisan ”YELLOWBEAT” berwarna hitam yang terletak agak di pinggir papan nama. Danny segera memarkirkan mobilnya di sisi jalan yang tak jauh dari papan nama tersebut.
”Ayo buruan turun.” Kata Danny sambil membuka pintu mobil di sampingnya.
”Disini ya studionya?” Manto tiba-tiba meregangkan tubuhnya. Rupanya nih anak dari tadi ketiduran di jok belakang. Pantes saja nggak kedengaran suaranya.
Kami berlima pun segera bergegas turun dan berjalan menuju ke studio. Danny berjalan paling depan sambil memegang handphone. Mungkin dia akan menghubungi temannya yang punya studio, memberitahu kalau kami sudah ada di depan. Tak lama kemudian dari dalam rumah yang bergaya minimalis modern, keluar seorang pria setengah baya dari pintu garasi. Rambutnya panjang tergerai rapi dengan perawakan yang agak gemuk. Dia segera menyambut kami dengan ramah sambil tersenyum.
”Teman-teman. Kenalin. Ini Mas Deny, yang punya studio ini.” Danny pun memperkenalkannya kepada kami.
”Halo, selamat datang. Kenalkan, saya Deny. Bagaimana perjalanan kalian?”
Kami pun segera memperkenalkan diri. Mas Deny ternyata orangnya sangat terbuka dan humoris. Dia selalu memberi joke-joke segar di sela-sela obrolan sehingga kami pun segera akrab dengannya. Setelah puas bercengkrama, Mas Deny pun mempersilahkan kami berlima untuk segera melihat studionya. Setelah berjalan melewati garasi, kami pun tiba di sebuah halaman yang cukup luas dan asri. Saat melewati garasi tadi, aku sempat melihat sebuah mobil yang sepertinya aku pernah melihatnya. Sebuah mobil sedan warna biru metalik. Tapi aku tidak bisa mengingatnya.
” Eh, kok bengong, ayo masuk saja jangan malu-malu. Apa ada yang sedang kamu pikiran, Is?” Mas Deny segera membimbingku.
”Nggak ada apa-apa kok, Mas. O ya, di mana studionya?”
“Sabar, sebentar lagi juga kelihatan.”
Dan benar juga perkataan Mas Deny. Setelah melewati halaman yang cukup luas itu, kami segera melihat sebuah paviliun yang letaknya agak di belakang dari rumah induk. Paviliun itulah yang oleh Mas Deny difungsikan sebagai studio. Anak-anak tampak terkagum-kagum termasuk aku. Selain bergaya arsitektur minimalis serasi dengan rumah induk, penataan ruangan di studio ini juga terlihat cukup nyaman. Pertama memasuki paviliun ini, kami disambut oleh teras yang bermaterial batu alam yang langsung menghadap ke arah halaman yang rindang dengan dilengkapi seperangkat kursi dan meja bergaya minimalis pula. Sebuah pintu kayu yang cukup besar yang difungsikan sebagai akses menuju ke dalam studio berdiri kokoh di sudut teras.
”Mari, silahkan duduk. Mau minum apa?” Mas Deny segera mempersilahkan kami untuk duduk.
”Ah, nggak usah repot-repot, Mas.” Aku pun berbasa-basi.
”Nggak apa-apa, kok.”
” Begini, Mas, Kita langsung aja ya ngomongnya. Kami ini kan baru bergabung membentuk sebuah band, namanya Coffeemilk. Sebagai band baru, kami belum mempunyai tempat latihan yang bisa kami pakai secara rutin, mungkin seminggu sekali atau dua kali. Kalau Mas Deny mengijinkan, bisakah kami latihan di sini dan bagaimana prosedurnya?”
”Oh begitu. Kalau prosedurnya sih nggak jauh beda sama studio-studio yang lain. Kalau ingin latihan disini seperti biasa untuk yang reguler ongkosnya per jamnya tiga puluh ribu rupiah. Tapi kalau Mas melihat ada sebuah grup band yang dirasa berpotensi atau berbakat, mungkin Mas bisa kasih gratis atau studio ini bisa dijadikan basecamp asal lolos seleksi dan mau ikut bergabung sama manajemen di sini.”
”Jadi Mas Deny juga sering sebagai manajer band?” Tanya Topan.
Mas Deny pun mengangguk. ”Sudah ada beberapa band yang alumni dari sini, kebanyakan mereka sekarang sudah hijrah ke Ibukota.”
Serasa ada sebuah angin segar yang berhembus menerpaku mendengar perkataan Mas Deny. Tanpa pikir panjang, aku pun segera mengajukan sebuah tawaran kepadanya.
”Kalau begitu, gimana kalau Mas Deny sekalian menjadi manajer kami?”
Aku segera memandang ke arah anak-anak yang lain. Keliatannya anak-anak pun setuju akan usulanku barusan. Mas Deny terdiam sejenak.
”O ya, apa nama bandnya tadi?”
”Coffeemilk, Mas.”
”Cukup unik. Mmmh, mungkin Mas bisa jadi manajer kalian tapi kalian harus melalui proses audisi dulu. Gimana?”
”Nggak masalah.”
Kami pun segera beranjak memasuki studio. Studionya Mas Deny ternyata cukup lengkap fasilitasnya. Selain ruang studionya sendiri, terdapat pula ruangan kantor, ruang recording, ruang mixing hingga ruang editing. Mungkin disini Mas Deny bisa sekalian membikin sebuah demo bagi grup band baru. Studionya sendiri juga cukup lengkap alatnya. Ada seperangkat alat musik yang masih terawat dengan baik. Ada tiga buah gitar elektrik lengkap dengan aksesorisnya, dua buah gitar akustik, dua buah bass elektrik, satu buah keyboard, satu set drum serta perangkat audio dan soundeffect yang sangat lengkap. Kami pun kembali terkagum-kagum. Ruangan studio ini kira-kira berukuran 5x7 meter persegi dengan dinding yang dilapisi oleh lapisan peredam suara serta terdapat beberapa cermin berukuran besar di salah satu sisinya. Lantainya dilapisi karpet tebal berwarna abu-abu. Di dalam studio terasa sangat dingin karena memakai air conditioner. Setelah kami merasa puas melihat-lihat, akhirnya acara audisi pun segera dimulai. Kami segera diuji oleh Mas Deny satu persatu. Dimulai terlebih dahulu dari Topan sebagai vokalis, dilanjutkan aku dan Manto sebagai gitaris, terus Danny di posisi bassist dan yang terakhir Arif sebagai drummer. Mas Deny tampak serius sekali melihat kami menunjukkan skill, performa serta kekompakan kami dalam bermusik hingga akhirnya Mas Deny terlihat tersenyum puas. Setelah hampir dua jam lamanya kami mengikuti proses audisi, Mas Deny mengacungkan jempol ke arah kami.
”Not bad, sebagai grup baru, kalian cukup punya talenta.”
”Jadi bagaimana, Mas? Apa kami diterima di sini?”
“Mmmh, kalian memang berbakat dan musik kalian cukup unik, mungkin dengan sentuhan sedikit di sana-sini, kalian bisa jadi grup band yang bagus, jadi Mas cuma bisa kasih satu komentar, welcome to Yellowbeat.”
Kami pun sontak kegirangan. Kami nggak menyangka kalau Mas Deny bisa menerima kami dalam manajemennya. Maka mulai detik ini, Mas Deny telah resmi menjadi manajer kami. Dan untuk merayakannya, Mas Deny mengajak kami untuk lunch dengannya, dan kami pun tentu tidak bisa menolak ajakannya terutama Topan si tukang makan, wajahnya segera berseri-seri mendengar kata makanan. Acara lunch berlangsung di teras paviliun. Di bawah rindangnya pepohonan, kami menikmati semua makanan dan minuman yang tersaji dihadapan kami. Mungkin karena kecapekan karena proses audisi tadi, selera makan kami menjadi gila-gilaan. Tapi Mas Deny tidak marah atas sikap kami. Justru dia terus melontarkan joke-joke segarnya kembali sesekali menyerempet yang berbau porno sedikit untuk memeriahkan suasana.
Tiba-tiba di tengah acara lunch sedang berlangsung, terdengar sebuah suara memanggil Mas Deny dari dalam rumah.
”Mas Deny, udah selesai belum acaranya? Jadi nggak kita keluar?”
Aku terkejut. Suara itu terasa sangat tidak asing bagiku. Dan ketika kutolehkan wajahku, kulihat seorang cewek sedang berdiri di bawah pergola yang menghubungkan rumah induk dengan paviliun. Ternyata...
”Viola?”
”Lho, Isma? Ngapain kamu disini?” Viola pun terkejut dan menghampiriku.
”Kalian sudah saling kenal ya?” Mas Deny terheran-heran.
”Kemarin aku ketemu Isma di StarMusikindo. Isma kan pegawai baru di sana.”
”Pantas wawasan musik kamu cukup bagus, Is. Oh ya, sampai lupa! Topan, Arif, Danny, Manto, kenalkan, ini Viola, adikku.”
Rupanya Viola adiknya Mas Deny. Sungguh ini terasa diluar dugaanku. Apakah ini sebuah kebetulan saja atau ada sebuah maksud yang telah ditakdirkan dalam perjalananku sehingga aku bisa bertemu dengan Viola kembali?
”O, jadi kemaren Viola ya yang nganterin loe, Is.” Topan pun mulai menggodaku.
Viola pun tampak tersipu-sipu. Wajahnya menjadi merah karena malu. Tapi justru itu yang membuatnya tampak terlihat lebih cantik. Tiba-tiba perasaan itu kembali muncul dalam diriku. Aku pun mencoba untuk tenang dan tidak terbawa suasana.
”Udah, Pan. Tuh, Viola jadi merah mukanya.” Arif ikutan menggoda.
”Apa-apaan sih kalian. Kalau adikku sampai nangis, awas ya! Mas bisa batalin perjanjian kita!” Mas Deny ikutan bercanda.
”Sorry deh, Mas. Sorry ya Viola.” Anak-anak pun serentak minta maaf.
”Nggak papa kok. O ya, Mas Deny, nanti aku nggak jadi pergi sama Mas. Aku sama Isma aja. Is, kamu nggak ada acara kan setelah ini?”
Aku pun berpaling ke arah anak-anak yang lain tapi mereka malah lebih menggodaku.
”Emang kamu mau ke mana sih?”
”Pokoknya kamu ikut aja dulu, gimana?”
”Gimana nih, Mas?” Aku mencoba meminta ijin kepada Mas Deny.
”Urusan kita sudah selesai hari ini. Nanti masalah schedule latihan serta yang lainnya, kita bahas lain hari. Kamu bisa pergi sama Viola kalau kamu nggak keberatan.”
”Iya, Is. Tenang aja. Kita nggak papa kok. Demi teman. Nanti anak-anak biar gue yang anterin pulang satu-satu.” Danny juga mengiyakan.
”Thanks, guys.”
skip to main |
skip to sidebar
Kamis, 29 Januari 2009
My time
About me
- Ismail Ruzain
- Berusaha untuk selalu lebih baik dari hari ke hari, .... namun hal itu sangat sulit !!!
Labels
- Artikel Arsitektur (6)
- Artikel Bisnis (9)
- Artikel Internet (2)
- Artikel Komputer dan Gadget (9)
- Artikel Media dan Komunikasi (6)
- Artikel Travelling (2)
- Cerpen (2)
- Diskografi (3)
- Faiz Collections (1)
- Foto Album (2)
- Lagu (1)
- Novel (34)
- Puisi (6)
- Renungan (4)
- Salam (1)
- Videoklip (7)
My Lapak
say no for drugs, free sex and violence, let's make the world with love and peace
My Facebook Badge
Diberdayakan oleh Blogger.



0 comments:
Posting Komentar