Senin, 16 Maret 2009

Balada Rumah Biru, Schedule 02 - Selamat Datang di Rumah Biru

Itulah nama tempat kerjaku pertama kali sampai sekarang. Aku bekerja di sana sejak lulus kuliah. Lokasinya strategis terletak di pusat kota Solo. Tepatnya di daerah Penumping. Bangunannya terdiri dari dua lantai. Lantai bawah difungsikan sebagai rumah tinggal sedangkan lantai atas digunakan untuk kantor plus studio gambar. Bentuk bangunannya adalah bangunan tua jaman belanda atau istilahnya loji. Meskipun sudah berumur, bangunannya masih berdiri dengan kokoh dan layak dilestarikan.

Pemilik Rumah Biru bernama Pak Achmad. Beliau tinggal di lantai bawah bersama seorang istri, dua orang anak, seorang tukang kebun dan seorang pembantu rumah tangga. Pak Achmad berperawakan pendek dan sedikit tambun. Orangnya humoris tapi juga galak minta ampun, melebihi demit yang sedang beranak ditimpuk batu. Pokoknya bisa berubah 360 derajat, ...kok bukan 180 derajat? Bosen ah 180 derajat melulu! Seperti memiliki kepribadian ganda atau istilah kerennya alter ego, kadang baik, kadang jahat. Kadang berperilaku bak malaikat,... pas bagiin amplop gaji tentunya, kadang kaya setan, kalo deadline tidak tercapai!

Istrinya bernama Bu Lis. Berkerudung dan berwajah lumayan cantik ... kok mau ya sama Pak Achmad yang pendek dan gendut, ups sory pak! Beliau Ibu rumah tangga biasa. Tugasnya selain mengurusi suami dan anak-anak, juga berperan sebagai supervisor. Mengawasi tindakan anak buah suaminya yang sering tidak becus kalo kerja. Mirip cctv di sebuah mall, ... apa satpam ya? Dia selalu mengawasi kami saat Pak Achmad tidak ada di kantor. Tapi orangnya sebenarnya baik. Sedikit modis memang. Maklum, istri bos gitu loh.

Pak Achmad mempunyai dua orang anak. Satu laki-laki, satu perempuan. Yang laki-laki namnya Wawan. Anaknya gendut dan berkulit hitam, karena sering main nggak pulang-pulang. Bandel deh pokoknya. Dia sekolah di SMU swasta di kota Solo tingkat dua.

Adiknya cewek bernama Ria. Dia masih SMP kelas satu. Orangnya centil banget dan mulutnya kalo ngomong udah kaya MC. Nyerocos terus nggak berhenti-henti. Bawaannya pengin nyumpelin mulutnya pake kertas kalkir kalo dia sedang ngomong. Abis berisik baget. Kecil-kecil cabe rawit. Omas lewat deh!

Keluarga Pak Achmad mempunyai seorang tukang kebun bernama Mbah Hamid dan seorang pembantu bernama Mbak Inah. Mbah Hamid berumur kira-kira 60 tahunan. Beliau tidak bermalam di rumah Pak Achmad. Tinggalnya di sebuah gubug kecil dekat kantor. Selisih beberapa rumah saja ke arah Barat. Beliau tidak mempunyai sanak saudara di Solo. Kasihan juga. Orangnya sabar dan sering bercanda. Hobinya mendongeng kisah-kisah perjuangan jaman 45 saat beliau masih membela tanah air dengan bambu runcing sambil matanya merem. Makanya kalo Mbah Hamid sudah ngomong, “ Dulu......ketika Mbah masih berjuang, ..” teman-teman kantor keburu nyacir melarikan diri meninggalkan Mbah Hamid yang mulutnya masih komat kamit, melanjutkan ceritanya, padahal lawan bicaranya sudah tidak ada. Kasihan banget, Mbah ..... Habis bikin ngantuk dengerin cerita perjuangan versi Mbah Hamid. Mendingan nonton Band of Brothers yang sama-sama cerita perjuangan. Yee, film kok dibandingin sama dongeng!

Sedangkan Mbak Inah kira-kira berumur 30 tahunan. Dia janda beranak satu. Asli dari Wonogiri. Dia tinggal bersama keluarga Pak Achmad, menempati kamar di dekat dapur. Anak satu-satunya dititipkan di tempat Ibunya di desa. Bodinya lumayan padet berisi meskipun seorang janda. Dia selalu tersenyum genit menggoda. Makanya Bu Lis selalu mengawasi Pak Achmad yang selalu nggak tahan melihat senyuman Mbak Inah. Beliau langsung luluh dan tanpa sungkan mengasih tambahan uang jajan untuk Mbak Inah. Makanya Bu Lis sering uring-uringan. Mirip peran Pak RT di sinetron Suami-suami Takut Istri yang disiarkan salah satu televisi swasta.

Ada kebiasaan Mbak Inah yang paling disukai oleh teman-teman kantor. Setiap sore saat hari kerja, Mbak Inah sering mengirimi gorengan ke studio saat kita semua masih sibuk kerja. Tentunya kalo pas Pak Achmad nggak ada di tempat . Seringnya pisang goreng, karena rumah Pak Achmad mempunyai kebun pisang yang lumayan luas. Tiap hari Mbah Hamid selalu memanennya dan diberikan kepada Mbak Inah. Tapi kadang-kadang singkong goreng, tahu goreng, tempe goreng, juga sandal goreng, ... lho kok sandal sih! Alot banget tuh. Maksudnya sambal goreng. Yee, hari gini plesetan!

Kembali ke laptop! Maksudnya, kembali ke cerita kantor CV. Rumah Biru. Kantor tempat kerjaku menempati lantai atas di atas rumah tinggal Pak Achmad. Kedua lantai dihubungkan oleh sebuah tangga yang terletak di tengah ruang makan langsung tembus di depan studio gambar. Di bawah studio inilah terletak dapur tempat kerja keseharian dari Mbak Inah.

Kantor terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ruang Pimpinan atau tentunya Ruang Pak Achmad, terus ruang meeting dan terakhir ruang studio. Aku dan teman-teman mangkal, … kaya tukang ojek istilahnya! di ruang studio. Tepatnya studio gambar. Di situ, komputer bertebaran sebagai alat kerja kami bersama penunjangnya. Karena jamannya sudah digital, tentu mendesain bangunan sekarang tidak lagi memakai mesin dan meja gambar. Program komputer autoCAD dan 3D Max sudah mengambil alih. Hanya sebuah meja gambar lama yang tampak berdebu menempati pojok studio. Itulah kenanganku dulu saat pertama kerja disini. Ceritanya akan kupaparkan di lain schedule. Tunggu ya, orang sabar disayang pacar!

Di kantor ini, aku memiliki teman kantor yang gokil-gokil. Saat ini jumlah semuanya total ada tujuh orang. Tiga orang arsitek termasuk aku. Seorang orang anak sipil. Dan dua orang orang anak studi pembangunan. Dan seorang anak akuntan. Anak-anak arsitek dan sipil menempati ruang studio sedangkan anak-anak ekonomi mangkal di ruang meeting karena merangkap sebagai sekretaris. Semuanya cowok-cowok. Pak Achmad tidak mau menerima pegawai perempuan. Usut punya usut, hal itu dikarenakan Bu Lis keberatan dengan adanya pegawai perempuan. Takut nanti suaminya main mata dan selingkuh diam-diam. Cemburuan banget soalnya. Makanya, kantorku suasananya garing karena nggak ada yang buat cuci mata. Cowok semua gitu lho!!! Paling-paling hiburannya kalo Mbak Inah pas ngirim gorengan ke atas. Lumayan, meskipun janda, bodinya masih yahud kok buat nyegerin pikiran. Dasar mesum, hehehe...

Dulu kantor sering mengalami gonta-ganti pegawai. Mirip band yang sering gonta-ganti pemain. Banyak pegawai keluar masuk di sini. Penyebabnya kebanyakan gajinya yang kecil. Bos ku orangnya juga pelit soal gaji. Biasanya pas calon pegawai mengajukan protes tentang gajinya, Pak Achmad selalu berdalih gaji disini memang kecil tapi bonusnya gedhe melebihi sepuluh kali gaji. Tapi sampai sekarang hal ini tidak pernah terealisasi. Janji tinggal janji. Bonus tahunan hanya mimpi …

0 comments:

Posting Komentar